Punya hutang
sebenarnya sah-sah saja, mau hutang besar dengan potong gaji untuk angsuran
perbulannya atau dengan dengan cicilan.
Sebagian besar orang yang saya amati rata-rata
berhutang demi tersedianya perabotan rumah tangga yang cukup, keperluan yang
mendesak dikala ada anggota keluarga yang sakit atau musibah lainnya, atau untuk
biaya sekolah anak, membeli sepeda motor untuk mempermudah beraktivitas,
membeli rumah, dan banyak keperluan lainnya
Intinya berhutang boleh-boleh saja tapi jangan
berlebihan
Di satu sisi saya mengamati orang berhutang benar-benar
untuk keperluan yang penting tapi sisi lain ada sebagian pula orang berhutang
demi gengsi. Kerena saya hidup di daerah yang memiliki gaya hidup yang tinggi,
gengsi tinggi saya suka mengamati beberapa tingkah laku orang-orang di sekeliling
saya
Bagi saya itu menjadi bagian pelajaran hidup
saya untuk bertindak
Jujur, saya sebenarnya merasa berat hidup di
kalangan mereka. Merasa terkucilkan karena tidak bisa hidup ‘sama’ dengan
mereka. Apa yang sedang tren selalu dibeli, dan sudah pasti mereka miliki,
sedang saya masih memikirkan besok makan apa??
Meski esok kita tidak tau nasib kita
bagaimana, dan Allah sudah mengatur semua rezeki kita tapi menurut saya, kita
manusia diberi akal yang membeda akan manusia dengan hewan. Bagi hewan, jika
ada makanan hari ini maka hari ini juga langsung habis di makan, besok ya
urusan besok. Ya karena hewan tidak diberi akal. Beda dengan manusia. Bukan berarti
yang berhutang itu hewan ya…sekali lagi bukan…
Bukankah manusia diberi akal juga untuk memikirkan hidup kedepannya. Hidup bukan hanya satu atau 2 hari
tapi sepanjang Allah memberi usia, bagaimana akal kita bisa ber'jalan' untuk memikirkan kebutuhan masa mendatang.
Hidup dengan gaji yang pas-pasan, saya masih
irit. Jikapun ada lebih baik ditabung untuk keperluan mendesak di masa mendatang
Terkadang lingkungan juga sangat tidak
mendukung, merasa terkucilkan karena pembicaraan kadang tidak nyambung dengan
mereka-mereka. Yang dibicarakan peralatan elektronik, perhiasan, kendaraan dan
gadget. Bahkan satu tempat kerja hanya saya yang tidak menggunakan perhiasan,
kendaraanpun dibilang motor ceketer..
Kadang heran juga, gaji sama dengan saya. Setiap
ada pedagang yang datang membawa barang dagangan barang-barang elektronik rata-rata
hampir semua yang ngambil dengan cara mencicil tentunya bayar dengan cara potong
gaji. Kenapa tidak beli tunai?? Dengan cara cicil harga bisa 2x lipat… mungkin hanya teori saya, lebih baik bayar tunai.
Karena tunai harga lebih murah di banding cicil, jika tidak mampu lebih baik tahan
diri dulu tidak usah beli barang. Bagi temen-temen lebih baik mencicil agar
lebih ringan…. Dengan gaji pokok yang sama kadang saya lihat ada juga yang
bahkan dengan gaji sampai minus karena tergiur barang-barang itu. Ah karena ‘lapar
mata’.
Teori saya, kok sayang ya uangnya, lebih baik
uangnya ditabung atau digunakan untuk keperluan mendesak atau yang benar-benar
penting. Keperluan makan pakai apa??? Ah karena mungkin factor lingkungan
dan teman akhirnya bisa seperti itu. Jika saya tidak bisa menahan diri mungkin
saya juga sama dengan mereka.
Bersyukur Alhamdulillah meski hidup pas-pasan,
tidak gelamor, tidak ‘lapar mata’ hidup lebih tenang. Alhamdulillah berapapun
rezeki yang ada tetap bersyukur. Jika belum cukup uang lebih baik bersabar
dulu. Meski harga barang kian melambung, biarkan saja. Toh, Allah sudah mengatur
rezeki masing-masing hambaNya. Ada rezeki ya ditabung….
Biarlah hidup di tempat kerja atau di lingkungan
sekitar dikucilkan. Selama tidak mengemis makan, tidak menumpang hidup dengan
orang lain, biar hidup terus berjalan dengan apa adanya.
Jika sudah saatnya sanggup untuk membeli nanti
ya dibeli… Ada teman yang mengatakan masa’ sudah punya gaji pokok dan bekerja
di naungan pemerintah tidak punya mobil?? Jadi pegawai itu paling tidak punya
rupa, kelihatan cling dibanding sebelum jadi.harus beda dong!!! sampai kapan punya kalau hanya
menabung?? Lebih baik ambil hutangan di bank, nanti cicilannya potong gaji tiap
bulan…
Huuuh…bikin pusing. Siapapun pasti ingin punya
mobil tapi saya tau diri aja lah.. bayar cicilannya saja hampir gaji pokok. Lebih
baik bersabar saja lah dengan motor buntut yang ada.
Lebih baik menabung dan menabung dulu… jika
saatnya ingin berinvestasi untuk masa depan pendidikan anak lebih baik tabungan
untuk berinvestasi tanah karena harga tanah tambah tahun tambah melonjak. Tidak
punya mobil juga tidak masalah, toh tidak menghambat aktivitas juga.
Benar-benar merasakan lebih nikmat hidup apa
adanya. Gelamour dengan segala fasilitas dari sudut pandang saya seperti sebuah fatamorgana. dipaksa sebenarnya ga punya apa-apa.
Pantas di daerah ini masyarakatnya agak
pemalas, kurang kreatif. Padahal sumberdaya melimpah, semua bisa menghasilkan
uang jika bisa kreatif. Anehnya justru pedagang, pedagang makanan kaki lima
sore-malam, pengrajin, pemilik usaha, sampai pemilik hotel atau mall rata-rata
pendatang. Pemuda-pemudanya lebih banyak bermalas-malasan dan gengsi. Pernah saya tanya sebagian anak muda disini, daripada kalian nongkrong kenapa tidak
berusaha jualan makanan atau minuman daripada nongkrong tanpa menghasilkan
uang?? Jawaban mereka serentak, “ya malu mbak kalau dilihat cewek-cewek”.
Haaahh…kok bisa malu?
Apa dengan jualan prestise akan turun? Apa
dengan jualan akan hilang kegantengan, ketampanannya?? Menurut saya justru
jualan menjadi langkah awal untuk berwirausaha dan belajar nantinya menjadi suami
yang bertanggungjawab dalam nafkah keluarga. Jawab mereka justru, urusan kerja
nanti dipikirkan setelah menikah…. Haahh,,,,Nah loh?!?
ceweknya juga harus pilah-pilih, yang cocok menjadi calon pendamping hidup ya dilihat keuletannya ketika masih lajang, sudah bisa cari uang, belajar mandiri tidak harus terus-menerus berada di bawah 'ketiak' orang
tua daripada pemuda-pemuda nongkrong tidak jelas pekerjaan dan masa depannya.
Yang benar-benar mampupun tetap banyak yang
hanya menghabiskan uang untuk hura-hura, hidup gelamor, beli pakaian dengan
brand-brand, gonta ganti mobil.. Kalau keluar malam hari, rata-rata hampir setiap
toko pakaian full, lewat mall seperti lautan mobil dan lautan manusia.
Itu hak mereka sih tapi kadang saya bingung
juga menjadi seorang guru bagaimana caranya memberi pengertian anak didik agar bisa
kreatif dan tidak berprilaku hura-hura seperti masyarakat umumnya.
Pandangan saya, alangkah baiknya uang mereka
gunakan untuk membuka usaha, berinvestasi. Dikembangkan lagi, agar daerah ini asset
strategisnya tidak ‘dikuasai´pendatang. Jika pendatang akhirnya jauh lebih
sukses di daerah ini pastinya kan menimbulkan kecemburuan social. Khawatir kerusuhan
kembali terjadi seperti tragedi tahun 2000 persaingan pendatang dengan penduduk
asli dimana saat itu pendatang jauh lebih sukses usaha-usahanya.
Intinya, nikmat hidup apa adanya. Berhutang
nantinyapun jika benar-benar kebutuhan sangat mendesak. Selama masih belum
mendesak sekali lebih baik ditabung. Dan berharap saja semoga hidup tidak terhutang,
agar beraktititas apapun jauh lebih tenang….